Minggu, 10 April 2011

Kebudayaan Afganistan


Kebudayaan Asia
Kawasan Asia Tenggara pada masa protosejarah sebenarnya merupakan wilayah yang dinamis dalam perkembangan kebudayaannya. Wilayah tersebut merupakan terminal migrasi bangsa yang datang dari arah Asia kontinental. Dalam upaya menempati wilayah yang baru saja dihuni, manusia migran dari daratan Asia mengembangkan kebudayaannya yang akan menjadi dasar perkembangan kebudayaan Asia Tenggara hingga kini.
Setelah beberapa ratus abad bermukim di daratan Asia Tenggara, orang-orang yang kemudian mengembangkan kebudayaan Austronesia tersebut, sebagian ada yang melanjutkan migrasinya ke wilayah kepulauan, menyebar ke arah kepulauan Nusantara dan juga Filipina, bahkan terus berlanjut ke arah pulau-pulau di Samudera Pasifik. Menurut Robert von Heine Geldern, migrasi ke arah wilayah kepulauan terjadi dalam dua tahap, yaitu:
  1. Tahap pertama berlangsung dalam kurun waktu antara 2500--1500 SM
  2. Tahap kedua berlangsung dalam kurun waktu yang lebih muda antara  1500—500 SM (Von Heine Geldern  1932 and 1936; Soejono 1984: 206--208).

Kesimpulan tersebut didasarkan kepada berbagai penemuan arkeologi, antara lain monument-monumen dari tradisi megalitik yang tersebar di berbagai wilayah Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Kajian megalitik menunjukkan bahwa di masa silam terjadi dua gelombang migrasi dari Asia Tenggara daratan seraya membawa hasil-hasil kebudayaan megalitiknya. Gelombang pertama menghasilkan kebudayaan megalitik tua dengan cirinya selalu menggunakan batu-batu alami besar, sedikit pengerjaan pada batu, dan minimnya ornament. Dalam gelombang kedua migrasi dihasilkan kebudayaan megalitik muda yang mempunyai cirri, batu-batu tidak selalu berukuran besar, telah banyak pengerjaan pada batu, dan juga telah banyak digunakan ornamen dengan beragam bentuknya. Megalitik muda itu telah menempatkan nenek moyang bangsa-bangsa Asia Tenggara dalam era proto-sejarah. Bersamaan dengan berkembangnya kebudayaan megalitik muda, kemahiran mengolah bijih logam telah maju, sehingga masa itu juga telah dihasilkan benda-benda dari perunggu dan besi.
Seorang ahli sejarah Kebudayaan bernama J.L.A.Brandes pernah melakukan kajian yang mendalam tentang perkembangan kebudayaan Asia Tenggara dalam masa proto-sejarah. Brandes menyatakan bahwa penduduk Asia Tenggara daratan ataupun kepulauan telah memiliki 10 kepandaian yang meluas di awal tarikh Masehi sebelum datangnya pengaruh asing, yaitu:
  1. Telah dapat membuat figur boneka
  2. Mengembangkan seni hias ornamen
  3. Mengenal pengecoran logam
  4. Melaksanakan perdagangan barter
  5. Mengenal instrumen musik
  6. Memahami astronomi
  7. Menguasai teknik navigasi dan pelayaran
  8. Menggunakan tradisi lisan dalam menyampaikan  pengetahuan
  9. Menguasai teknik irigasi
  10. .Telah mengenal tata masyarakat yang teratur
Pencapaian peradaban tersebut dapat diperluas lagi setelah kajian-kajian terbaru tentang kebudayaan kuno Asia Tenggara yang telah dilakukan oleh G.Coedes. Beberapa pencapaian manusia Austronesia penghuni Asia Tenggara sebelum masuknya kebudayaan luar.
Di bidang kebudayaan materi telah mampu:
  • Kemahiran mengolah sawah, bahkan dalam bentuk terassering dengan teknik irigasi yang cukup maju
  • Mengembangkan peternakan kerbau dan sapi
  • Telah menggunakan peralatan logam
  • Menguasai navigasi secara baik
Pencapaian di bidang sosial
  • Menghargai peranan wanita dan memperhitungkan keturunan berdasarkan garis ibu
  • Mengembangkan organisasi sistem pertanian dengan pengaturan irigasinya
Pencapaian di bidang religi:
  • Memuliakan tempat-tempat tinggi sebagai lokasi yang suci dan keramat
  • Pemujaan kepada arwah nenek moyang/leluhur (ancestor worship)
  • Mengenal penguburan kedua (secondary burial) dalam gentong, tempayan, atau sarkopagus.
Sumber : http://www.fib.ui.ac.id/
Di bawah ini akan diambil contoh mengenai kebudayaan di salah satu Negara di bagian Asia tepatnya Asia Barat, yaitu Afganistan.


Afghanistan dan Sekelumit Kebudayaannya.


Banyak monumen bersejarah negara ini rusak dalam perang tahun-tahun terakhir. 2 unit Patung Buddha Bamiyan yang terkenal di Provinsi Bamiyan dihancurkan Taliban karena dianggap sebagai lambang agama lain. Orang Afganistan dikenal sebagai penunggang kuda. Olahraga yang terkenal seperti Buzkashi terkenal di sana. Sebelum Taliban memegang kekuasaan, kota Kabul merupakan tempat tinggal banyak musisi yang ahli dalam musik Afganistan tradisional dan modern. Kabul pada paruh abad ke-20 sama dengan Wina selama abad XVIII dan XIX.
Kebanyakan orang langsung berpikir tentang perang kalau mendengar Afghanistan. Negara ini jarang diasosiasikan dengan nilai budaya tinggi atau gedung-gedung bersejarah, terlepas dari proses pembangunan kembali di Afghanistan. Walaupun begitu, hal-hal ini penting bagi sejarah dan identitas negara tersebut. Demikian arkeolog, Ute Franke. "Kawasan kota tua Herat adalah salah satu kota tua tradisional besar yang ada di dunia Islam. Menurut riwayat, ini didirikan oleh Aleksander Agung dan tata kotanya klasik dengan banyak monumen. Ini sebuah kota tua yang tidak akan ditemukan di Kabul. Ada banyak gedung-gedung indah dari abad ke-18 dan ke-19. Ini sudah pasti merupakan saksi mata kejayaan budaya di masa lampau.”
Tetapi apakah tempat tinggal dan air bersih tidak lebih penting bagi rakyat Afghanistan, ketimbang dapat menikmati keindahan bangunan-bangunan bersejarah? Ternyata proses pembangunan kembali dapat dikombinasikan dengan pemeliharaan nilai-nilai budaya, contohnya di kota Herat. Ute Franke bercerita:  "Dalam rangka pembangunan kembali kawasan kota tua Herat, misalnya, semua trotoar diaspal dan saluran air juga dibuat baru. Ini artinya, semua selokan yang buruk sekali dan genangan air yang tidak higenis hilang dan sekarang semua ada dibawah tanah. Tempat penyimpanan air diangkat dan dibersihkan. Hal ini berhubungan erat dengan naiknya kualitas hidup penduduk daerah tersebut.“
Proyek lain yang dapat menghubungkan pemeliharaan monumen bersejarah serta tempat-tempat bersejarah dengan manfaat praktis bagi warga adalah proyek taman Bagh-E-Babur di Kabul. Ute Franke juga terlibat dalam proyek yang mengubah reruntuhan menjadi taman penuh bunga, yang pada akhir pekan dikunjungi sekitar 10 ribu orang, untuk bersantai. Bagi orang-orang di Kabul, ini juga merupakan simbol, bahwa masa depan mereka juga akan menjadi lebih indah. Berbagai proyek budaya ini juga mempunyai pengaruh positif lain terhadap tempat dan wilayah, dimana monumen-monumen di restorasi. Proyek-proyek ini merupakan faktor ekonomi penting, yang dapat memberikan gaji dan makanan ke warga sekitar.
"Kami menawarkan kepada banyak orang pekerjaan dan pendapatan untuk jangka waktu yang panjang sekali. Di saat bersamaan, kami juga menwarkan kesempatan belajar, kami membuat semua proyek sebagai proyek pelatihan. Di satu sisi ada konservator, di sisi lain kami juga mendorong dan melatih penggali, tukang batu, tukang kayu, pengrajin. Yaitu orang-orang yang mempunyai keterampilan tangan tradisional, yang semakin menghilang tetapi sebenarnya ini profesi penting, supaya bangunan tidak hanya dibuat dari beton dan semen saja.“ Sesudah mengikuti program pelatihan ini, banyak warga bisa mendapatkan pekerjaan baru dengan mudah. Rakyat Afghanistan sendiri menjunjung tinggi nilai-nilai sejarah. Ini bisa dilihat dari dukungan negara bagi penelitian sejarah dan perlindungan monumen, walaupun Afghanistan adalah negara miskin. Kementerian luar negeri Jerman yang membiayai proyek arkeolog Ute Franke juga melihat pengaruh sampingan di bidang politik dari proyek kebudayaan ini: warga Afghanistan dapat membangun ikatan positif dengan negara donor. Ute Frank setuju dengan hal ini.

www.wikipedia.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar