Kebudayaan Di Amerika
Negara-negara di Amerika selatan kebanyakan adalah negara-negara jajahan sejak awal berdirinya seperti misalnya Guinea Perancis (Perancis), Suriname (Belanda), Peru (Spanyol) dsb. Akibat dari penindasan pihak penjajah selama berahun-tahun dan rezim-rezim yang otoriter, maka muncullah beberapa resistensi dari beberapa pihak. Banyak pemikiran-pemikiran baru yang masuk, namun pemikiran golongan kiri-sosialis lebih merepresentasikan keinginan mereka untuk keluar dari belenggu penjajahan. Akhirnya kebanyakan dari mereka berhasil merebut tampuk kepemimpinan di negara-negara masing-masing, bahkan sampai sekarang pemikir, aktivis serta anggota partai sosialis banyak yang menjadi presiden di Amerika Selatan seperti Hugo Chavez (Venezuela) dan Evo Morales (Bolivia). Beberapa pendapat mengatakan bahwa, hal tersebut merupakan pengaruh dari keberadaan sosialisme di Kuba yang dipimpin oleh Fidel Castro.
Namun, seperti halnya negara-negara belaliran sosialis lainnya, negera- negara tersebut cenderung mengkultuskan individu seorang pemimpin, sehingga secara tidak langsung memebentuk seorang diktator bagi negara mereka. Kasus ini terjadi di Chile dengan diktator kejamnya yang sangat terkenal yaitu Augusto Pinochet yang sekarang sudah dilengserkan oleh rakyat Chile, diktator lainnya adalah Alberto Fujimori dari Peru yang sekarang juga sudah dilengserkan oleh rakyatnya. Hal tersebut mengingatkan kita pada negara sosialis lainnya yang mengkultuska presidennya seperti Uni Soviet (Joseph Stalin), Korea Utara (Kim Jong Il) . Amerika Utara disebut-sebut sebagai benuanya Amerika Serikat, karena pengaruh Amerika Seikat begitu besar di negara-negara Amerika Utara seperti Kanada dan Meksiko. Sistem demokrasi betul-betul diterapkan disana karena Amerika mereka sebut sebut sebagai the land of dream, sehingga mereka terlalu bergantung pada eksistensi Amerika. Migrasi besar-besaran ke Amerika Serikat dari kedua negara tersebut (kanada dan Meksiko) memunculkan pola remitance yang membawa-membawa pengaruh-pengaruh Amrika Serikat ke nagaranya.
Ambisi negara Paman Sam ini telah muncul sejak mereka mengampanyekan pemberantasan bajak laut (pirates) yang merajalela di laut tengah (mediterranian sea) pada akhir abad ke-18. Ketika itu, sebagai negara yang masih muda, Amerika Serikat telah mengambil initiatif untuk menggalang kerjasama dengan negara-negara Eropa guna menghancurkan bajak laut serta negara yang melindunginya. Bajak laut dianggap sebagai kelompok yang melawan hukum internasional atau 'Hukum Roma' karena itu mereka seperti juga teroris sekarang, harus dijadikan sebagai 'musuh manusia yang beradab' (the enemies of human race).
Menurut sejarawan Paul Johnson (2001), pada abad ke 18 itu, penguasa Aljazair, Tunisia dan Tripoli dianggap melindungi penumpasan bajak laut yang banyak merompak kapal-kapal dagang Eropa, termasuk Amerika Serikat. Para pembajak dengan bebas memperdagangkan hasil jarahan dan budak-budak tangkapan (termasuk orang-orang kulit putih) di ketiga pelabuhan itu. Masih menurut Johnson, Laksamana Nelson (sebagai komandan Angkatan Laut Inggris waktu itu), dengan perasaan geram hanya dapat menyaksikannya tanpa dapat bertindak karena pemerintah Inggris dan negara-negara Eropa lainnya tidak ingin mencampuri kebijakan penguasa-penguasa Arab di utara Afrika tersebut.
Memang pada abad ke 16 telah berdiri tiga kerajaan Islam di utara Afrika,
di sepanjang perairan Mediterranian Selatan yang masing-masing dikuasai oleh
Beys of Tunis(Tunisia), Pashas of Algier (Aljazair) dan Emperror of Marocco
(Marokko). Walaupun mereka tidak begitu bersahabat dengan kerajaan-kerajaan Eropa Kristen (Sepanyol, Perancis atau Italia) karena suasana pasca perang Salib (Crusade) masih mencengkam, tetapi antara mereka terdapat perjanjian untuk bersama-sama memerangi bajak laut. Orang-orang Genoa, Sardinas dan Yunani, pada abad 13-15, dikenal sebagai kelompok-kelompok bajak laut yang menakutkan di perairan Mediterranian, sehingga perairan ini disebut sebagai 'Barbary Coast.'
Sejarawan R.Sargent Holland penulis buku legendaris Historic Ships
(1928: 50) mengemukakan: 'Indeed up to the fourteenth century it was the
Christians who were the chief pirates and dealers in slaves,' di sepanjang perairan
laut tengah. Kemudian, adalah Sultan Sulaiman dari kekaisaran Otteman Turki (1520) yang membangun angkatan laut untuk mengamankan perairan laut tengah (Mediterranian) dari keganasan bajak laut itu. Sultan Turki mengangkat Laksamana Khairuddin (adik kandung seorang tokoh bajak laut yang terkenal ketika itu) sebagai panglima armada laut Kekaisaran Otteman Turki. Cacatan sejarah ini memperlihatkan betapa pasang surut kekuasaan penguasa setempat sejajar dengan pasang surut kejayaan bajak laut, terlepas dari siapa mereka, hal ini telah terjadi di laut Mediterranian tersebut, dua abad sebelum Amerika Serikat muncul sebagai 'Polisi Dunia'. Tidak mengherankan apabila masalah bajak laut, merupakan alasan utama mengapa
Kongres Amerika Serikat (1794) memutuskan untuk membangun angkatan laut Amerika Serikat guna mendukung armada perdagangan mereka. Sepuluh tahun kemudian (1805) marinir angkatan laut Amerika ini mendarat di Mesir, kemudian menyeberangi gurun pasir dan memaksa Pasha Tripoli untuk mengamankan bajak laut di perairan mereka dan menyerahkan semua orang-orang Amerika yang ditawan oleh para bajak laut itu. Peristiwa bersejarah ini, menurut Johnson diabadikan oleh Korps Marinir Angkatan Laut Amerika Serikat dalam bait-baithymne mereka: 'From the Halls of Montezuma to the Shores of Tripoli!' Tindakan Amerika Serikat ini, kemudian diikuti oleh Inggris dengan membombardir pelabuhan-pelabuhan Aljazair.
Perancis (1830) kemudian menduduki seluruh wilayah Aljazair dan menyatakan daerah itu sebagai bahagian dari Perancis Raya (Metropolitan France), seterusnya menjadikan Tunisia dan Marokko sebagai daerah protektorat mereka. Demikian juga Spanyol dan Italia, dengan alasan yang sama, menuruti langkah Perancis dengan menduduki negara-negara Afrika Utara lainnya, termasuk menjatuhkan Pasha Tripoli dan kemudian menciptakan negara Libya. Sementara Tangier pelabuhan penting di selat Gibrartar dinyatakan berada di bawah pemerintahan bersama empat negara Eropa.
Hanya beberapa dekade setelah Amerika Serikat memerankan diri sebagai 'polisi dunia' dengan dalih 'menghancurkan bajak laut dan penguasa yang melindunginya,' hampir seluruh negara-negara Islam di utara Afrika menjadi koloni Eropa, sedang usaha untuk memerdekakan diri dari penjajahan ini memerlukan waktu ratusan tahun. Seperti perang kemerdekaan Al-jazair dan Libya dari penjajahan Perancis dan Italia, tidak hanya memerlukan waktu 120 tahun, tetapi telah menimbulkan kerugian material dan jiwa yang cukup besar serta rasa permusuhan dan kebencian yang mendalam (sampai saat ini) antar negara-negara bekas penjajah dan yang dijajah.
Peran 'Polisi Dunia' Amerika memerangi bajak laut tersebut terus berlanjut dan mengambil momentum kedua bersama Inggris pada abad ke-19 di Timur Tengah. Negara-negara kecil di Jazirah Arabia dan Teluk Persia yang berada di bawah jajahan Eropa dianggap pada waktu itu telah 'berbudaya' (karena anak-anak para Sheiks atau Emir yang menggantikan orang tuanya telah berpendidikan Barat). Mereka kemudian mengembangkan kerja sama dengan Amerika Serikat dan Inggris untuk memerangi bajak laut. Inggris sendiri akhirnya belajar dari pengalamannya, mereka tidak dapat menghadapi para Sheiks Timur Tengah tersebut tanpa menjatuhkan sanksi yang keras (convenant without swords). Sheiks yang masih bekerja sama dengan bajak laut atau menghalangi perdagangan orang Eropa dan Amerika, negaranya diduduki dan dijadikan daerah protektorat. Dengan cara ini Inggris dalam waktu yang relatif singkat menjadi negara yang dipertuan di Timur Tengah dan Teluk Persia dan mengembangkan markas besar(headquarter) angkatan laut dan pemerintahan koloninya di Aden.
Setelah perang dingin selesai, Amerika Serikat muncul sebagai satu- satunya polisi dunia dan serta-merta kembali berhadapan dengan musuh bebuyutannya di Afrika, Timur Tengah, Asia Tenggara, Asia Timur Jauh dan China. Apabila negara-negara di kawasan itu, beberapa abad yang lalu menghasilkan bajak laut yang mengganggu aktivitas perdagangan negara-negara Barat, maka sekarang mereka memprodusir 'binatang baru' yang dinamai 'teroris' yang menghadang kepentingan Barat, terutama dalam menguasai sumber-sumber energi, seperti minyak bumi. Syahdan, teroris ini telah berani mempermalukan Amerika Serikat dengan unjuk diri di pusat perdagangan Amerka Serikat (peristiwa tragis Gedung WTC-New York), sesuatu yang tidak pernah dilakukan oleh bajak laut yang mana pun di dunia ini sebelumnya. Selama ini, Amerika Serikat adalah polisi dunia yang 'untouchable' (tidak terjamah oleh bajak laut atau siapa pun). Sekarang, teroris itu telah berada di depan hidungnya sendiri. Untuk mengatasi teroris ini, seperti juga pengalaman tiga abad yang lalu, adagium 'convenant without swords' harus dilaksanakan seketat mungkin. Oleh karena itu Johnson mengusulkan agar negara-negara yang menjadi sarang teroris, tidak hanya Afghanistan, tetapi juga Irak, Iran, Sudan, Libya, Syria atau Korea Utara harus diduduki langsung oleh Barat. Barangkali atas nama semacam 'The Old
Leage of Nations' (Liga Bangsa-Bangsa) sesudah Perang Dunia II yang lalu,
sehingga Amerika Serikat dan kawan-kawannya kelak dapat berperan sebagai
'respectable of colonialism' (penjajah yang terhormat).
Penjajahan Amerika Serikat kini terus berlanjut pada negara-negara yang dianggap oleh mereka lemah seperti Afganishtan, Irak dan sekarang sasaran mereka adalah Iran. Dengan berbagai macam alasan, mereka ingin menguasai begara tersebut agar dapat diserap sumber daya manusia sekaligus sumber daya alamnya, terutama Irak yang memiliki ladang minyak berlimpah sehingga bisa membantu perekonomian Amerika Serikat. Sekarang, perusahaan Minyak banyak yang menginvestsikan dananya di Irak dan Afganishtan dengan mudah tanpa halangan. Mereka menyedot kekayaan alam Irak dan Afganishtan tanpa memikirkan kesejahteraan masyarakat lokal. Posisi strategis Irak dan Afganishtan untuk menyebarkan paham-paham Amerika Serikat sekaligus menghancurkan paham sosialisme yang mendominasi Irak.
Masyarakat yang over educated cenderung memiliki sifat egosentris, fasis ataupun fanatisme berlebih pada apa yang diyakininya. Mereka menyebut diri mereka adalah contoh ideal bagi yang lain dan memaksakan sesuatu yang ideal tersebut untuk orang lain. Begitu pula dengan Amerika Serikat yang menganggap mereka adalah bangsa yang paling pintar dan beradab diseluruh dunia serta dapat menjadi model yang paling ideal bagi semua negara.
Namun, Ameruka Serikat sendiri terkadang lupa akan apa yang dikatakannya sebagai hal yang ideal. Mereka selalu mengatakan tentang penghargaan terhadap hak asasi manusia, namun mereka melakukan beberapa penindasan di Irak, Afganishtan dan beberapa penjara seperti Guantanamo. Mereka cenderung menganggap bahwa negara-negara lain khususnya Afrika dan Asia adalah negara lemah dan terbelakang serta perlu mendapat bantuan dari Amerika Serikat dalam segala urusannya.
Karena ”over educated” inilah Amerika memantapkan posisinya sebagai polisi dunia dan mengatur perdamaian dunia dengan caranya sendiri yang terkadang terlihat sangat aneh.
Sumber : http://www.scribd.com/
Di bawah ini akan diambil contoh mengenai kebudayaan di salah satu Negara di bagian Amerika tepatnya Amerika Selatan, yaitu Chili
Kebudayaan Chili
Asado
Asado adalah teknik memotong daging, yang dimasak pada penggorengan (parrilla) atau api terbuka. Asado cukup populer di wilayah Pampa, Amerika Selatan, dan merupakan makanan tradisional Argentina, Chili, Uruguay dan Paraguay. Asado juga merupakan makanan di Filipina dan berbeda dengan versi Amerika Selatan.
Torre Dia ingin adalah simbol dari ibukota Chili Santiago de Chile. Ini adalah televisi-tinggi dan Telekomunikasi Tower. Torre D..
Región Metropolitana de Santiago,
Boleadoras
Boleadoras atau bolas (dari bahasa Spanyol bola) adalah senjata yang digunakan oleh gaucho Amerika Selatan. Senjata ini adalah senjata lempar. Bolas juga ditemui pada penggalian pemukiman pra-Hispanik, terutama di Patagonia, dimana penduduk asli menggunakannya untuk menangkap guanako dan ñandu.
Gaucho
Gaucho (gaúcho pada bahasa Portugis, gaucho pada bahasa Spanyol) adalah istilah yang digunakan untuk mendeskripsikan penduduk di Pampas, Gran Chaco dan Patagonia di Amerika Selatan, dapat ditemui di Argentina, Uruguay, Zona Austral dan Rio Grande do Sul. Di Brasil istilah ini digunakan untuk mendeskripsikan penduduk Rio Grande do Sul.
Sumber : http://id.wikipedia.org/